ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS
“Makalah Ini disusun untuk Memenuhi Tugas Teknologi Keperawatan”





DISUSUN OLEH:
VERANI        (1510711046)



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
S.1 KEPERAWATAN
2017


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah -Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan yang berjudul Apendisitis.
Harapan saya sebagai penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.









                        Jakarta,  Mei 2017


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  Penulis



DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

                        Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri dengan tidak efisien, dan lumennya kecil, maka apendiks mudah mengalami obstruksi dan rentan terjadi infeksi (appendicitis). Appendicitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut, kuadran kanan rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa, kejadian kasus Apendisitis tertinggi adalah yang berusia 10 sampai 30 tahun (Brunner & Suddarth, 2000).
                        Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 321 juta kasus tiap tahun (handwashing 2006). Statistic di Amerika mencatat setiap tahun terdapat 20 – 35 juta kasus apendisitis (Departemen Republik Indonesia, 2008). Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomy (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dengan insiden 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di Negara-negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola diitnya yang mengikuti orang barat.
                        Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi dari pada di Negara berkembang. Namun, pada akhir-akhir ini kejadiannya menurun secara 1 2 bermakna. Hal ini diduga di sebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit harian (Stacroce, 2009).
                        Statistic menunjukan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk Indonesia. Menurut Lubis. A (2008), saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara Negara-negara di Assosiation south East Asia Nation (ASEAN). Survey di 12 provinsi di Indonesia tahun 2008 menunjukan jumlah apendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini meningkat drastic dibandingkan dengan tahun sebelumnya,yaitu sebanyak 1.236 orang. Diawal tahun 2009, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat apendsiitis (Ummualya, 2008). Departemen Kesehatan menganggap apendisitis merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2008). Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insiden apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi dari beberapa kasus kegawatan abdomen lainnya (Depkes, 2008).

1.2.      Rumusan Masalah

                        Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis?
b. Apa pengertian dari apendisitis?
c. Bagaimana klasifikasi dari apendisitis?
d. Apa manifestasi klinis apendisitis?
e. Apa factor risiko apendisitis?
f. Apa etiologi apendisitis
g. Bagaimana patofisiologi apendisitis?
h. Bagaimana penatalaksanaan apendisitis?
i. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk apendisitis
j. Apa komplikasi apendisitis?
k. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah apendisitis?

1.3.      Tujuan

1.3.1.          Tujuan Umum

                   Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada                                        apendisitis.

1.3.2.          Tujuan Khusus

                   a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis
                   b. Untuk mengetahui pengertian dari apendisitis
c. Untuk mengetahui klasifikasi dari apendisitis
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari apendisitis
e. Untuk mengetahui factor risiko apendisitis
f. Untuk mengetahui etiologi apendisitis
g. Untuk mengetahui patofisiologi apendisitis
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan apendisitis?
i. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk apendisitis
j. Untuk mengetahui komplikasi apendisitis?
k. Untuk mengetahui cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah apendisitis?

1.4.      Manfaat

a. Mahasiswa mengetahui konsep dasar apendisitis
b. Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada apendisitis



BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1.      Anatomi dan Fisiologi Apendiks

2.1.1.          Anatomi Apendiks



                    Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

2.1.2.          Fisiologi Apendiks

`           Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).

2.2.      Pengertian

     Apenditits merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Sehingga merupakan penyakit yang paling sering memerlukan pembedahan kedaruratan. Apabila tidak ditangani dengan segera maka akan berakibat fatal ( Kowalak, 2011). Pengertian lain dari apendisitis yaitu peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010).

2.3.      Klasifikasi

          Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

2.3.1.          Apendisitis Akut

                 Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise  dan demam ringan (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen (Rukmono, 2011). 
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi                                                                       
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).

2.3.2.          Apendisitis Kronik

          Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).

2.4.      Faktor Risiko

               Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu aktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi  antara lain usia, jenis kelamin, ras sedangkan  untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Faktor pelayanan kesehatan juga menjadi resiko apendisitis baik  dilihat dari pelayan keshatan yang diberikan oleh layanan kesehatan baik dari fasilitas maupun non-fasilitas, selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan rendah serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

2.5.      Etiologi

                 Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).

2.6.      Patofisiologi

               Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
                Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
                  Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

2.7.      Diagnosis

               Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.   
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. 
b. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney. 
c. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. 
d. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. 
e. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. 
f. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hypogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor Alvarado. Berikut adalah gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor Alvarado
GAMBARAN KLINIS
                        SKOR
Gejala Klinis

     Nyeri perut yang berpindah ke kanan         bawah
1
     Nafsu makan menurun
1
     Mual dan atau muntah
1
Tanda Klinis 

     Nyeri lepas Mc. Burney
1
 Nyeri tekan pada titik Mc. Burney
2
Demam (suhu > 37,2° C)
1
Pemeriksaan Laboratoris 

     Leukositosis (leukosit > l 0.000/ml)
2
     Shift to the left (neutrofil > 75%)
1
TOTAL
10
Interpretasi:
Skor 7-10  = apendisitis akut, 
Skor 5-6  = curiga apendisitis akut, 
Skor l-4  = bukan apendisitis akut.
Pembagian ini  berdasarkan studi dari McKay (2007)

2.8.      Penatalaksanaan Medis

            Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi penanggulangan konservatif, operatif dan tersier.

2.8.1.          Penanggulangan Konservatif

                        Penanggulangan konservatif  terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Oswari, 2000).

2.8.2.          Operatif

                        Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis  maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase  (Oswari, 2000).

2.8.3.          Pencegahan Tersier

                        Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

2.9.      Pemeriksaan penunjang

2.9.1.          Pemeriksaan laboratorium

a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat  infeksi pada ginjal.

2.9.2.          Pemeriksaan Radiologi

a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura (Penfold, 2008)


2.10.    Komplikasi

                        Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).



BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1.      Kasus

                        Pasien   Tn. A berusia   25   tahun   datang   ke   IGD   dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Klien tampak meringis kesakitan sambil memegang perut bagian kanan bawah. Klien mengatakan nyeri awalnya pada ulu hati lalu berpindah ke kanan bawah. Nyeri dirasa tajam seperti ditusuk jarum dan hilang timbul dengan durasi < 20menit. Bertambah parah ketika hendak bangun dari tidur atau batuk dan membaik ketika diam dan beristirahat. Skala nyeri 6 dari 10. Terdapat mual dan muntah serta penurunan nafsu makan, tampak klien tidak menghabiskan makanannya. 2 hari SMRS mengalami demam.
`           Hasil pengkajian: Klit klien tampak merah dan teraba hangat, klien tampak lemas. Hasil TTV menunjukan : Tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan 22x/menit, nadi 105x/menit, suhu 38,5oC. Pada status generalis  tidak ditemukan kelainan,   kecuali   abdomen.   Dari   inspeksi   didapatkan   abdomen   datar.   Dari auskultasi didapatkan bising usus (+) 8x/menit. Dari palpasi didapatkan nyeri tekan titik McBurney (+), nyeri lepas titik McBurney (+), Rovsing sign (+), nyeri lepas indirek (+), dan defans muskular local (+). Dari perkusi didapatkan timpanidi seluruh lapang abdomen. Hasil laboratorium : Leukosit 18.000 /mm3. Hasil CT Scan dan USG tampak apendiks membengkak dan rupture. Hasil diagnose dokter adalah apendisitis akut.

3.2.      Pengkajian

Tanggal Pengkajian     : 25 Mei 2017
Pukul                           : 11.00 WIB

3.2.1.          Biodata

Nama                         : Tn. A
Jenis Kelamin             : Laki-laki
Usia                            : 25 tahun
Alamat                       : Desa Limo,Cinere, Depok
Agama                       : Islam
Suku/Bangsa              : Jawa/Indonesia
Pendidikan                 : DIII
Pekerjaan                   : Karyawan Swasta
Status                         : Belum Menikah
Tanggal MRS             : 25 Mei 2017
No. Register               : 509
Diagnosa Madis         : Apendisitis

3.2.2.          Status Kesehatan

a. Alasan MRS
Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Klien tampak meringis kesakitan sambil memegang perut bagian kanan bawah. Klien mengatakan nyeri awalnya pada ulu hati lalu berpindah ke kanan bawah
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah

3.2.3.          Riwayat kesehatan Sekarang

Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Klien mengatakan nyeri awalnya pada ulu hati lalu berpindah ke kanan bawah. Nyeri dirasa tajam seperti ditusuk jarum dan hilang timbul dengan durasi < 20menit. Bertambah parah ketika hendak bangun dari tidur atau batuk dan membaik ketika diam dan beristirahat. Skala nyeri 4 dari 10. Terdapat mual dan muntah serta penurunan nafsu makan. Pasien mengatakan 2 hari SMRS mengalami demam.

3.2.4.          Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan tidak pernah masuk Rumah Sakit sebelumnya, hanya sakit ringan seperti sakit kepala, pilek, dan batuk jika cuacanya tidak mendukung.

3.2.5.          Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan tidak mempunyai penyakit apendisitis.

3.2.6.          Riwayat Pembedahan

Pasien mengatakan tidak pernah menjalani operasi pembedahan.

3.2.7.          Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan mengetahui tentang keadaan kesehatannya dan ingin sembuh dari penyakit yang dideritanya.
 b. Pola Nutrisi – Metabolisme
Sebelum dirawat di Rumah Sakit pasien jarang mengkonsumsi buah dan sayur. Makan tidak teratur, nafsu makan kurang baik dan beberapa hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasa mual.
c. Pola Eliminasi
Pasien tidak BAB selama 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan BAK secara normal.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum masuk Rumah sakit pasien tidur 6-7 jam per hari. Pasien hampir tidak pernah tidur siang.
e. Pola Kognitif dan Perseptual
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap orang-orang disekitarnya. Pasien mampu menjawab semua pertanyaan dari perawat maupun dari orang-orang sekitarnya dengan baik. 
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien selalu mengeluh nyeri perut pada bagian kanan bawah (Right Lower Quadrant).
g. Pola Hubungan dan Peran
Pasien mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik. Hubungan dengan keluarga baik, terlihat dengan adanya keluarga yang menemaninya di Rumah Sakit. Hubungan pasien dengan tim medis maupun perawat baik dan kooperatif. Namun terdapat keterbatasan gerak yang mengakibatkan pasien tidak mampu melakukan perannya dalam keluarga dan masyarakat.
h. Pola Aktivitas
Klien mengatakan selalu berolahraga minimal 1 minggu sekali.
i. Kebersihan Diri
Klien mandi 2 kali sehari, keramas tiga kali seminggu, dengan gosok gigi 2 kali sehari. Dan ganti pakaian selama 2 kali sehari, semua dilakukan secara mandiri.
j. Pola Koping dan Toleransi Strees
Pasien merasa cemas dengan nyeri yang ia rasakan.
k. Pola Keyakinan dan Nilai
Pasien rajin beribadah bersama keluarga apabila sedang berada di rumah.

3.3.      Data Fokus

DATA SUBJEKTIF
DATA OBJEKTIF
Klien mengatakan :
1.      Nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS
Pengkajian Nyeri :
P   : Bertambah parah ketika hendak bangun dari tidur
Q  : Nyeri dirasa tajam seperti ditusuk jarum dan hilang timbul
R   : Awalnya pada ulu hati lalu berpindah ke kanan bawah
S   : Nyeri skala 6
T  :  < 20 menit.
2.      Mual dan muntah serta mengalami penurunan nafsu makan
3.      Demam sejak 2 hari SMRS

1.      Hasil TTV :
-          TD = 120/ 80 mmHg
-          RR = 22x/menit
-          Suhu = 38,5oC
-          HR = 105x/menit
2.      Hasil pemeriksaan fisik :
-          Inspeksi =  Abdomen   datar
-          Auskultasi = Bising usus (+) 8x/menit.
-          Palpasi =
nyeri tekan titik McBurney (+), nyeri lepas titik McBurney (+), Rovsing sign (+)
 nyeri lepas indirek (+)
defans muskular local (+)
-          Perkusi = Timpani di seluruh lapang abdomen
3.      Hasil laboratorium :
-          Leukosit 18.000 /mm3
4.      Hasil CT Scan dan USG tampak apendiks membengkak dan rupture.
5.      Kulit klien merah dan teraba hangat
6.      Klien tampak lemas
7.      Diagnosa dokter : Apendisitis Akut
8.      Klien tampak meringis kesakitan sambil memegang perut bagian kanan bawah.
9.      Makanan klien tidak habis.
10.  BB klien menurun 1 kg dalam 1 minggu belakangan
11.  TB : 155 cm
12.  BB : 43 kg
13.  IMT : 17,9 (kurus)


3.4.      Analisa Data

No.
Data Fokus
Masalah Keperawatan
Etiologi
1
DS :
1.      Klien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS.
Pengkajian Nyeri :
P   : Bertambah parah ketika hendak bangun dari tidur
Q  : Nyeri dirasa tajam seperti ditusuk jarum dan hilang timbul
R   : Awalnya pada ulu hati lalu berpindah ke kanan bawah
S   : Nyeri skala 6
T  :  < 20 menit.

DO :
2.      Diagnosa dokter : Apendisitis Akut
3.      Klien tampak meringis kesakitan sambil memegang perut bagian kanan bawah.
4.      Hasil TTV :
-          TD = 120/ 80 mmHg
-          RR = 22x/menit
-          Suhu = 38,5oC
-          HR = 105x/menit
5.      Hasil pemeriksaan fisik :
-          Palpasi = nyeri tekan titik McBurney (+), nyeri lepas titik McBurney (+), Rovsing sign (+), nyeri lepas indirek (+), defans muskular local (+)

Nyeri Akut
Agen cidera biologis
2.       
DS :
1.      Klien mengatakan mual dan muntah serta mengalami penurunan nafsu makan sejak 2 hari SMRS

DO :
2.      Klien tampak lemas
3.      Klien makan tidak habis.
4.      BB klien menurun 1 kg dalam 1 minggu belakangan
5.      TB : 155 cm
6.      BB : 43 kg
7.      IMT : 17.9 (kurus)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Faktor Biologis
3.       
DS:
1.      Klien mengatakan demam sejak 2 hari SMRS
DO:
  1. Hasil TTV :
-          TD = 120/ 80 mmHg
-          RR = 22x/menit
-          Suhu = 38,5oC
-          HR = 105x/menit
2.      Kulit klien merah dan teraba hangat
3.      Hasil lab: leukosit 18.000/mm3
Hipertermia
Penyakit

3.5.      Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri Akut b.d Agen cidera biologis
2.      Hipertermia b.d Penyakit
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Kurang asupan makanan

3.6.      Intervensi

Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Nyeri akut bd agen cidera biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka nyeri akut bd agen cedera biologi dapat diatasi, dengan kriteria hasil:
1.      Nyeri klien berkurang
2.      Klien tidak tampak meringis

Mandiri
Manajemen Nyeri (1400)
1.      Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onse/durasi, frekuen, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
2.      Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam
3.      Obserasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif
4.      Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
5.      Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien

Kolaborasi
1.      Diskusikan dengan dokter mengenai pemberian obat analgesik
Hipertermia bd Penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah hipertermia bd sepsis dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
1.      TTV dalam rentang normal
2.      Kulit klien tidak teraba hangat
3.      Leukosit berangsur-angsur mendekati kadar normal
Mandiri
Perawatan Demam (3740)
1.      Monitor TTV klien
2.      Monitor warna kulit dan suhu
3.      Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak dirasakan
4.      Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas: jika diperlukan
5.      Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan demam serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam

Kolaborasi
1.      Diskusikan dengan dokter mengenai pemberian antibiotik
Ketidakseimbang nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh bd faktor biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh bd faktor biologis dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
1.      BB klien berangsur-angsur meningkat
2.      Nafsu makan klien meningkat
3.      Jumlah porsi makan yang dimakan klien bertambah
4.      IMT klien dalam rentang normal
Mandiri
1.      Timbang BB klien secara rutin
2.      Monitor tanda-tanda fisiologis (TTV, elektrolit); jika diperlukan
3.      Monitor asupan kalori makanan harian
4.      Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
5.      Observasi klien selama dan setelah pemberian makan/makanan ringan untuk meyakinkan bahwa intake/asupan makanan yang cukup tercapai dan dipertahankan

Kolaborasi
1.      Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian yang diperlukan untuk mempertahankan berat badan yang sudah ditentukan



BAB IV

PENUTUP

4.1.      Kesimpulan

                        Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang ditandai dengan nyeri abdomen pada bagian kanan bawah. Klasifikasi dari apendisitis yang pertama adalah apendisitis akut, kemudian apendisitis akut ini dibagi lagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan fase nya seperti apendisitis akut sederhana, apendisitis akut purulenta, apendisitis akut gangrenosa, apendisitis akut infiltrate, apendisitis akut abses, dan apendisitis akut perforasi. Klasifikasi dari apendisitis yang kedua yaitu apendisitis kronik.
                        Apendisitis ini umumnya disebabkan oleh bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen  apendiks, hiperplasia  jaringan  limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
                        Untuk menegakan diagnosa apendisitis perlu dilakukan beberapa pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan Mc.Burney, nyeri lepas, defence muscular, rovsing sign, psoas sign, dan obturator sign serta diperkuat dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, dan radiologi. Sedangakan untuk penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi penanggulangan konservatif, operatif dan tersier. Komplikasi lebih lanjut dari apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses

4.2.      Saran

                        Terapkan pola hidup sehat, konsumsi makanan dan minuman cukup serat, karena dengan itu kita sudah mengurangi risiko timbulnya penyakit apendisitis.



DAFTAR PUSTAKA


Ariawan, Kiki Anugerah. 2014. Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Gangguan Sisitem Pencernaan :  Appendisitis Akut dengan Post  Appendiktomi Diruang Cempaka RSUD Pandan Arang Boyolali.    Surakarta.

Afiati. Hubungan Skor Alvarado dengan Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013. Tanggerang.

Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Morhead, Sue. Dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier.

Bulechek, Gloria. Dkk. 2016. Nursing Intervension Classification (NOC). 5th Indonesian Edition. Elsevier.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

GLAUKOMA

ASMA BRONKIAL